Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
395
IMPLEMENTASI NILAI SUFISTIK DALAM PENINGKATAN IMTAK
JEMAAH MASJID RAYA AT TAQWA CIREBON
Sri Wulandari, Sunanta, Vidi Briliansyah dan Khaerul Wahidin
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Email : [email protected], tsicirebon03@gmail.com,
brilyansyah[email protected] dan khaerulwahidin@syekhnurjati.ac.id.
Diterima: 30
April 2021
Direvisi: 5 Mei
2021
Disetujui: 14 Mei
2021
Abstrak
Kemajuan teknologi dan hegemoni mengabaikan kebutuhan akan
keamanan, cinta, martabat, kebebasan, kebenaran dan keadilan.
Karena tingkat peradaban yang tinggi, manusia terabaikan dan
terasing dari Allah SWT, lingkungan, masyarakat, bahkan dirinya
sendiri dan akhirnya menimbulkan bencana dan krisis yang
mengganggu kehidupan manusia. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui tingkat IMTAK jemaah masjid At-Taqwa Cirebon
setelah mengimplementasikan nilai sufistik. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini ialah metode kualitatif deskriptif dimana peneliti
secara langsung mengamati budaya lokal dan kebiasaan yang
dilakukan dalam masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kegiatan di Masjid Raya At-Taqwa merupakan kegiatan-
kegiatan tasawuf yang dapat meningkatkan IMTAK pada jemaah
masjid At-Taqwa maupun orang disekitaran masjid. Hal ini terjadi
karena kegiatan yang berada di dalam masjid bersifat positif dan
masjid pula sering melakukan kegiatan bertema “Memasuki Tasawuf
dan Thariqoh”.
Kata kunci : nilai sufistik, imtak dan jemaah masjid.
Abstract
Advances in technology and hegemony ignore the need for security,
love, dignity, freedom, truth and justice. Due to the high level of
civilization, humans are neglected and alienated from Allah SWT, the
environment, society, and even themselves and eventually cause
disasters and crises that interfere with human life. The purpose of
this study is to determine the level of IMTAK congregation at At-
Taqwa mosque Cirebon after implementing the Sufistic values. The
method used in this research is descriptive qualitative method where
the researcher directly observes the local culture and habits carried
out in the community. The results of this study indicate that the
activities at the At-Taqwa Great Mosque are Sufism activities that
can increase IMTAK in At-Taqwa mosque congregants and people
around the mosque. This happens because the activities in the
mosque are positive and the mosque also often carries out activities
with the theme "Entering Sufism and Thariqoh".
Keywords: the value of sufistik, imtak and congregation of the
mosque.
Pendahuluan
Islam merupakan ajaran yang diturunkan kepada manusia untuk dijadikan
pedoman hidup sebagai nilai-nilai dasar yang diturunkan Allah SWT. Bukan itu saja,
Implementasi Nilai Sufistik Dalam Peningkatan Imtak
Jemaah Masjid Raya At Taqwa Cirebon
2021
agama Islam adalah agama rahmatan lil alamin, agama itu baik buruknya bukan
agamanya melainkan pengikutnya (M. L. Aziz, 2018). Orang yang memeluk agama
islam disebut muslim dan muslim yang baik memiliki iman yang kuat di dalam hatinya.
Kata iman berasal dari bahasa Arab yaitu aminu, yukminu,imanan yang secara
etimologi berarti yakin atau percaya Iman kepada Allah berarti percaya dan cinta
kepada ajaran Allah, yaitu Alquran dan hadits. Kata takwa berasal dari waqa, yaqi,
wiqayah, secara etimologi artinya hati-hati, waspada, mawas diri, memelihara dan
melindungi menurut wahyudin dalam (Halimah, Solfarina, & Langitasari, 2019).
Takwa dapat diartikan memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan
ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten. Iman adalah keyakinan dalam hati,
diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan (Halimah et al., 2019).
Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode etik, dengan kata lain
spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran),
sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (Ainul,
2017). Salah satunya adalah dengan jalan mendekatkan diri pada Allah SWT atau biasa
disebut juga tasawuf.
Tasawuf dengan nilai-nilai sufistiknya menawarkan beberapa hal yang bisa
menjadikan konflik berkurang karena nilai teduh yang akhirnya menjadi harmonis.
Diantaranya menjadikan hidup dengan Husn Al-Khatimah. Semua yang diciptakan oleh
Allah tidaklah musuh tetap sebaliknya yaitu kawan menuju ke hidup yang lebih berarti
dan bermanfaat.Untuk mengaplikasikan nilai-nilai sufistik tersebut diperlukan upaya
transformatif, tentunya ada dipendidikan (Syaifuddin, Salis, & Mafrudlo, 2020).
Kebanyakan sufistik diajarkan di pesantren. Pesantren memiliki sejarah yang panjang
dalam perkembangan sistem pendidikan nasional di Indonesia. Inisiatif ini meluas ke
seluruh Indonesia, termasuk ke wilayah minoritas muslim (Wekke, 2015).
Arti kata sufistik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan W.J.S
Poerwadarminta dalam (Nisya'ul, 2019) sufistik mempunyai arti yang pertama, harga
(dalam taksiran harga). Kedua, harga sesuatu hal yang bisa diukur atau ditukar dengan
yang lain, ketiga, angka kepandaian, keempat, kadar, mutu, dan juga banyak sedikitnya
isi dan yang kelima adalah sifat-sifat atau hal-hal yang berguna bagi kemanusiaan.
Sufistik dapat diartikan sebagai bentuk ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Pendekatan diri ini tujuannya adalah upaya mencari ketenangan dan juga solusi
atas segala permasahan hidup (Jati, 2015).
Ketenangan jiwa sangat erat kaitannya dengan daya psikis yang sehat sehingga
membuat hati menjadi tenang, Kaitannya dengan usaha untuk memahami dan
menyelaraskan antara daya psikis dengan sikap dan pola tingkah laku manusia
diantaranya dengan melakukan terapi yang berupa bimbingan dan konseling (Nurhayati,
2011), tetapi pada kasus ini kita memakai pendekatan dengan cara sufistik. Terdapat
beberapa titik singgung antara tasawuf dan psikologi. Titik singgung ini akan
memudahkan terjadinya harmonisasi diantara keduanya. Titik singgung diantara
keduanya adalah tasawuf dan psikologi agama sama-sama berpijak pada kajian
kejiwaan manusia (Sabiq, 2016).
Tasawuf dengan nilai-nilai sufistiknya menawarkan beberapa hal yang bisa
menjadikan konflik berkurang karena nilai teduh yang akhirnya menjadi harmonis.
Diantaranya menjadikan hidup dengan Husn Al-Khatimah. Semua yang diciptakan oleh
Allah tidaklah musuh tetapi sebaliknya yaitu kawan menuju ke hidup yang lebih berarti.
Untuk mengaplikasikan nilai-nilai sufistik tersebut diperlukan upaya transformatif,
tentunya ada di dunia pendidikan (Syaifuddin et al., 2020). Kebanyakan sufistik banyak
Sri Wulandari, Sunanta, Vidi Briliansyah dan Khoirul Wahidin 396
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
397
diajarkan di pesantren. Pesantren memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangan
sistem pendidikan nasional di Indonesia. Inisiatif ini meluas ke seluruh Indonesia,
termasuk ke wilayah minoritas muslim (Wekke, 2015).
Kualitas manusia menjadi apa, keyakinan, pandangan dan tujuan untuk menjadi
terintegrasi. Ciptaan Allah SWT itu adalah esensi pribadi dalam filsafat Islam (tasawuf).
Dalam budaya Islam orang itu berakal sehat (Alyona, Tursun, Akmaral, & Saira, 2016).
Pendekatan sufistik adalah alternatif tawaran untuk menjadikan agama lebih terbuka
dalam mengembangkan peradaban yang lebih maju dengan prinsip kebenaran dan
kebaikan (Drs. Fadloli : 2014.), dan Imam al-Bûshîry berhasil menyampaikan nilai-nilai
sufistik melalui bait-bait Qosidah berdah dengan gaya bahasa yang tinggi dan juga indah
yaitu melalui lantunan nada (Ainusyamsi, 2009).
Ketika ilmu pengetahuan mulai berkembang dan mengarah pada perkembangan
teknologi modern, kehidupan dan dunia ini telah kehilangan makna sebagai manusia.
Kehidupan yang terikat oleh cita-cita individualisme, cinta dan temperamen berangsur-
angsur memudar. Ketika orang merasa sedih, mereka bisa bersaing dan kelelahan. Salah
satu cara melawan material dan sekularitas adalah melalui swasembada, karena di
dalamnya terkandung konsep spiritual Islam yang cukup.
Tulisan ini ingin mengkaji tasawuf dalam peningkatan iman dan takwa jama’ah
Masjid At-Taqwa dengan harapan dapat memberi manfaat bagi Penulis dan kalangan
muslim. Tanpa disadari ideologi materialisme ini yang dilatarbelakangi oleh positifisme
sudah merasuk ke dalam benak mereka, padahal para sarjana muslim adalah pihak yang
seharusnya mendidik orang beriman. Tanpa dilandasi iman dan ketakwaan maka
janganlah mengharapkan kebahagiaan jika kelak hidup kita akan masuk ke dalam jurang
kenistaan, zaman modernisasi saat ini lebih disibukan dengan berbagai aktivitas yang
lebih cinta keduniaan seperti halnya gadget yang saat ini disenangi oleh kaum remaja
bahkan anak dibawah umur sekalipun.
Dari sini dapat dipahami bahwa pendidikan sufistik lebih khusus dari pada
pendidikan karakter dari sudut pandang isi atau bahan yang akan ditanamkan, serta dari
hal paling mendasar, yaitu: tujuan dari pendidikan itu sendiri (Husni : 2019)
Pendidikan spiritual sufistik sangat penting dilakukan oleh generasi muda yaitu
anak-anak terutama dalam keluarga. Pendidikan spiritual berbasis sufistik dalam keluarga
secara tepat memberikan kebaikan terhadap perkembangan spiritual anak (Safrudin Aziz,
: 2020.).
Menurut Mizan dalam (Sheikh, 2016) perjalanan sufi dikatergorikan sempurna
apabila dia sudah menegasikan dirinya sendiri dan membuktikan adanya Allah SWT,
baik dalam bentuk ittihaad (penyatuan), hulul (inkarnasi), wahdatul wujud (kesatuan
wujud) dan suasana mistik lainnya yang melampaui, mencakupi dan menekan sesaat
kepribadian privat pelaku pengalaman tersebut (individual-transedental)
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, peneliti
mengamati secara langsung dan berpartisipasi dalam penelitian sosial skala kecil dan
mengamati budaya lokal. Dalam penelitian lapangan, peneliti individu dapat berbicara
langsung dengan personel penelitian mereka dan berkomunikasi langsung dengan
mereka. Pelajari tentang mereka, riwayat hidup, kebiasaan, harapan, ketakutan dan
impian mereka melalui interaksi. Peneliti mendapatkan teman baru atau komunitas baru,
mengembangkan persahabatan dan menemukan dunia sosial baru. Penelitian ini juga
menggunakan metode wawancara yaitu metode pengumpulan data melalui tanya jawab
sepihak yang dilakukan secara sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.
Implementasi Nilai Sufistik Dalam Peningkatan Imtak
Jemaah Masjid Raya At Taqwa Cirebon
2021
398
Hasil Penelitian
A. Tasawuf Dalam Peningkatan Imtak Jemaah Masjid At Taqwa.
Masjid merupakan tempat sujud kepada Allah SWT, tempat salat serta tempat
beribadah kepada- Nya. 5 kali satu hari tadi malam umat Islam disarankan mendatangi
masjid guna melakukan salat berjemaah. Masjid pula ialah tempat sangat banyak
dikumandangkan nama Allah SWT lewat adzan, iqomah, tasbih, tahmid, tahlil, istighfar
serta perkataan lain yang disarankan dibaca di masjid selaku bagian dari lafaz yang
berkaitan dengan pengagungan nama Allah SWT, ataupun kemaslahatan sosial.
Masjid Raya At- Taqwa yang berdiri kuat di tengah- tengah alun- alun kota
Cirebon, sangatlah memengaruhi terhadap karakter warga Cirebon. Dari catatan
komunitas Kendiri Pertula yang melansir R. Soemioto dalam novel Tjoretan dan Tjatatan
Serta Sorotan Kabupaten Tjirebon, menuliskan kalau semenjak tahun 1903, Kanjeng
Raden Adipati Salmon Salam Surdjadiningrat, merintis pembangunan kawasan pusat
pemerintahan Kabupaten Cirebon yang terdiri dari Pendopo Kabupaten, Alun- Alun,
Kejaksan, dan Tajug Agung Kabupaten (saat ini Masjid Raya At- Taqwa (Nurdin, 2016).
Setelah itu tahun 1905 Pendopo Kabupaten Cirebon sudah bisa dipergunakan dengan
nama Regentswoning.
Fenomena yang timbul dalam warga Kota Cirebon saat ini, memperlihatkan kalau
keberadaan Masjid Raya At- Taqwa sangatlah membagikan donasi yang berharga dalam
warga Kota Cirebon.
Walaupun masjid ini dibentuk di tengah- tengah pusat Kota Cirebon, namun warga
dekat bersemangat buat menjajaki kegiatan-kegiatan yang terdapat di Masjid Raya At-
Taqwa. Masjid Raya At- Taqwa hadapi perpindahan yang sangat signifikan ialah dapat
mengganti kegiatan tahun baru yang terdapat di alun- alun kejaksan Cirebon yang tadinya
masih memakai acara kembang api hendak namun saat ini telah dirubah dengan aktivitas
pengajian akbar serta Istighasah bersama yang bekerja sama dengan Ponpes Al- Bahjah
(Nurdin, 2016)
Masjid Raya At- Taqwa pula mempunyai 3 lembaga yang terdiri dari Masjid Raya
At- Taqwa, Islamic Center yang ialah pusat penindakan kasus Islam Kota Cirebon, serta
pula lembaga LAZISWA ialah lembaga penindakan permasalahan zakat warga Cirebon
dan Masjid Raya At- Taqwa senantiasa mengadakan perayaan hari besar Islam semacam
Tahun Baru Hijriyah yang mengaitkan warga Kota Cirebon. Disamping 3 lembaga
tersebut, masjid At-Taqwa mempunyai gedung serbaguna yang peruntukannya dapat
digunakan selaku pertemuan-pertemuan yang mengumpulkan orang banyak ataupun
kegiatan perkawinan yang dapat dicoba di gedung serbaguna tersebut, At- Taqwa sendiri
mempunyai kantin yang sangat luas, sebab jemaah masjid Raya At- Taqwa sendiri bukan
cuma penduduk dekat At-Taqwa, jemaah Masjid Raya At- Taqwa sebagian besar ialah
jemaah luar kota yang pindah ke Masjid Raya At- Taqwa sebab kemegahan serta
keindahannya. At- Taqwa ialah masjid modern yang bukan saja mengutamakan ibadah di
dalamnya, namun pula selaku tempat berkumpulnya manusia buat menjalankan
komunikasi antara satu dengan yang yang lain serta mengadakan kegiatan- kegiatan yang
lain tidak hanya ibadah (Nurdin, 2016).
Kajian tematik At-Taqwa tentang jalur serta metode hidup umat Islam yang bawa
kebahagiaan. Jalur yang sebetulnya mengarah ke Allah SWT. Kajian yang berjudul
Tasawuf dimasa milenial buat membentuk kepribadian bangsa diselenggarakan oleh At-
Taqwa Centre Kota Cirebon bekerja sama dengan Jatman serta Matan Kota Cirebon.
Dalam kegiatan ini. Kebanyakan partisipan merupakan dari golongan mahasiswa serta
komunitas anak muda Cirebon yang konsen pada kajian- kajian Islam. Sebagian dari
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
399
mereka pula merupakan mahasiswa dari sebagian akademi besar di Cirebon semacam
IAIN SNJ, UNSWAGATI dan lain sebagainya.
Manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Kedua unsur ini menentukan postur
manusia sebagai makhluk Tuhan yang sangat sempurna. Faktor jasmani mempunyai
kelengkapan organik yang berperan selaku mekanisme biologis. Sebaliknya faktor rohani
mempunyai energi pikir (ide, rasio) serta energi rasa (dzauq, qalb) ataupun ide budi yang
berperan selaku mekanisme kejiwaan yang membedakan manusia dengan makhluk yang
lain dan agama ialah fitrah insani yang asasi.
Tanpa agama, manusia akan kehilangan kebutuhan fitrahnya dan tidak hendak bisa
menciptakan pemenuhan kebutuhan spiritualnya. Kebutuhan manusia hendak hawa, air,
santapan serta lain- lain yang bertabiat material selaku kebutuhan jasmani, pada
hakikatnya sama semacam kebutuhan manusia terhadap agama yang bertabiat spiritual
selaku kebutuhan rohani..
Realitas meyakinkan, kala seorang berupaya mengejar kepuasan serta kebahagiaan
dengan jalur penuhi kebutuhan material, nyatanya yang diperoleh bukan yang dia cari,
namun yang dia temukan merupakan kehampaan serta kegelisahan, kesimpulannya dia
menciptakan kepuasan serta ketentraman itu dalam agama. Perihal itu meyakinkan kalau
agama sangat diperlukan oleh manusia. Secara psikologis manusia memerlukan
ketenangan serta ketentraman batin. Ketenangan serta ketentraman batin tidak hendak
lumayan dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani. Berapa banyak orang yang secara
material mempunyai kelebihan, kemewahan serta kekayaan yang menumpuk, namun
nyatanya batinnya tidak tenang serta tidak tentram. Kebalikannya berapa banyak orang
yang secara material lumayan pas- pasan, namun nyatanya batinya tenang serta tentram.
Dengan demikian, agama muncul buat membagikan ketenangan serta ketentraman batin
manusia
Uraian di atas tidak berarti guna agama (Islam) cuma merespons kebutuhan rohani
yang bertabiat spiritual saja, namun agama(Islam) pula merespons kebutuhan jasmani
yang bertabiat material. Buat kebutuhan yang diucap akhir ini, Islam merespons dalam
wujud motivasi, etos kerja, nilai etik serta norma. Perihal ini terlihat jelas dalam sistem
ajaran muamalah. Islam berdialog tentang politik, ekonomi, sosial, budaya. Sebaliknya
respon Islam terhadap kebutuhan spiritual terlihat jelas dalam sistem ajaran aqidah,
ibadah serta akhlak.
Peralihan tasawuf yang personal ke tarekat yang melembaga, tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan serta persebaran tasawuf. Kian luas pengaruh tasawuf,
mendesak orang mau menekuni tasawuf, serta menerima orang yang mempunyai ilmu
serta pengalaman luas dalam pengamalan tasawuf, yang bisa menuntunnya. Supaya tidak
tersesat, hingga terdapat kewajiban belajar dari seseorang guru (mursyid) dengan tata
cara mengajar yang disusun bersumber pada pengalaman sesuatu praktik tertentu. Secara
etimologi, penafsiran tarekat berasal dari bahasa Arab, tarekat, yang proporsional
maknanya dengan sirah, ekspedisi ataupun mazhab, metode( jalur). Wujud jamak tarekat,
thara. Berbeda dengan thariq, yang wujud jamaknya thuruq. Kata kedua, memiliki makna
lintasan luas serta memanjang yang lebih luas dari jalur raya. Sepintas kedua kata
memiliki kesamaan arti, tetapi bila diperhatikan ada perbandingan arti. Tarekat lebih
menekankan suatu ekspedisi yang telah diatur lewat metode tertentu, lagi yang kedua,
tidak memiliki penafsiran yang demikian.
Sudut konsumsi di Indonesia, sebutan thariqah mengacu pada 2 penafsiran. Awal,
acuan suatu metode yang paduan antara doktrin, tata cara serta ritual. Kedua, acuan
organisasi, baik secara resmi ataupun informal, yang menyatukan pengikut- pengikut
jalur tertentu. Timur Tengah, tarekat dalam makna kedua ini biasa dinamai dengan
Implementasi Nilai Sufistik Dalam Peningkatan Imtak
Jemaah Masjid Raya At Taqwa Cirebon
2021
400
thaifah (keluarga ataupun persaudaraan), sehingga buat membedakannya sangatlah
gampang. Tarekat selaku metode, memiliki guna signifikan, untuk yang mau jadi sufi.
Mereka hendak bisa tutorial guru, lewat serangkaian metode ataupun amalan yang
diyakininya benar. Triknya berbentuk latihan- latihan , olah batin serta perjuangan yang
serius (mujahadah) dalam kerohanian, yang setelah itu ditempuh dalam sebagian
tingkatan kerohanian, yang berakhir pada tingkatan sangat besar, berbentuk peleburan
pemahaman diri dalam samudera Ilahi.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanta
aktivitas di Masjid Raya At- Taqwa ialah aktivitas yang mengandung nilai tasawuf yang
dapat meningkatkan iman serta takwa dari jemaah Masjid Raya At- Taqwa baik yang
terletak dilingkungan dekat masjid raya At- Taqwa itu sendiri ataupun jemaah di luar
masjid Raya At-Taqwa. Adapun masjid Raya At- Taqwa kerap kali mengadakan kajian-
kajian yang mengangkat tema tasawuf dan tharekat untuk khalayak umum. Kajian-kajian
tersebut bertujuan untuk memberi ketenangan baik lahir ataupun batin khususnya pada
setiap jamaahnya serta umumnya pada seluruh umat Islam.
Bibliography
ainul, Dewi. (2017). Terapi Psikospiritual Dalam Kajian Sufistik. Khazanah: Jurnal Studi
Islam Dan Humaniora, 14(2), 234. Https://Doi.Org/10.18592/Khazanah.V15i2.1157
Ainusyamsi, Fadlil Yani. (2009). Internalisasi Nilai-Nilai Sufistik Melalui Musikalisasi
Qashidah Burdah. Educationist, 1(1 Januari), 4958.
Alyona, Baltabayeva, Tursun, Gabitov, Akmaral, Maldubek, & Saira, Shamakhay.
(2016). Spiritual Understanding Of Human Rights In Muslim Culture (The Problem
Of “Ruh” “Spirit”). Procedia - Social And Behavioral Sciences, 217, 712718.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Sbspro.2016.02.131
Aziz, M. L. (2018). Nilai-Nilai Sufistik Dan Kepemimpinan: Hadrotus Syekh Kh Hasyim
Asy’ari. Retrieved From Http://Eprints.Walisongo.Ac.Id/9259/
Sufistik
Berbasis
Spiritual
Pendidikan (N.D.). Safrudin. Aziz,
Drs. Fadloli, M. Pd. 2014. (n.d.). Pendekatan Sufistik Pendidikan Agama Islam Upaya
Deradikalisasi Agama Drs . Fadloli , M . Pd . I ( Pengajar Pendidikan Agama Islam
Politeknik Negeri Malang ) e mail : afdlol@yahoo.com Kata kunci : Pendekatan
Sufistik PAI. 112.
Halimah, Mamah, Solfarina, & Langitasari, Indah. (2019). Jurnal Profesi Keguruan.
Jurnal Profesi Keguruan, 5(1), 1522.
Husni, Muhammad Dan Muhammad Hasyim. 2019 . Pendidikan Sufistik Multikultutal
Dalam Pendidikan Karakter Di Indonisia.
Jati, Wasisto Raharjo. (2015). Sufisme Urban: Konstruksi Keimanan Baru Kelas
Menengah Muslim. Jurnal Kajian & Pengembangan Manajemen Dakwah, 05(02),
175199.
Nisya'ul Mahmudah. (2019). Aplikasi Nilai-Nilai Sufistik Dalam Perilaku Belajar Kitab
Kuning Pada Santri (Studi Kasus Pada Santri Yang Telah Menikah Di Lembaga
Islam Tradisional Gedung Nu Ranting Pucung Kidul).
Nurdin. (2016). . Wawancara Dengan Nurdin Meter. Nur ( Sejarawan Cirebon). Sabtu 23
April 2016. Cirebon.
Volume 1, Nomor 5 , Mei 2021
p-ISSN 2774-7018 ; e-ISSN 2774-700X
http://sosains.greenvest.co.id
401
Nurhayati, Eti. (2011). Bimbingan Konseling Dan Psikoterapi Inovatif. Pustaka Pelajar.
Sabiq, Zamzami. (2016). Konseling Sufistik : Harmonisasi Psikologi Dan Tasawuf Dalam
Mewujudkan Kesehatan Mental Sufi Counseling : Harmonization Between
Psychology And Sufism. ’Anil Islam: Jurnal Kebudayaan Dan Ilmu Keislaman, 9,
328352.
Sheikh, M. Saeed. (2016). Rekontruksi Pemikiran Religius Dalam Islam. Bandung.
Syaifuddin, Helmi, Salis, Rahmatullah, & Mafrudlo, Ahmad Mahfudzi. (2020).
Konstruksi Sufistik Pendidikan Multikultural Universitas Yudharta Pasuruan.
Jurnal Schemata Pascasarjana Uin Mataram, 9(1), 114.
Https://Doi.Org/10.20414/Schemata.V9i1.1848
Wekke, Ismail Suardi. (2015). Arabic Teaching And Learning: A Model From Indonesian
Muslim Minority. Procedia - Social And Behavioral Sciences, 191, 286290.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Sbspro.2015.04.236