JURNAL SOSIAL DAN SAINS VOLUME 3 NOMOR 8 2023 P-ISSN 2774-7018, E-ISSN 2774-700X |
|
|
PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN
DAYA TERIMA KONSUMEN DENDENG LUMAT IKAN KEMBUNG (Rastrelliger kanagurta) Dhia
Qathrin Nada, Alsuhendra,
Yeni Yulianti Universitas Negeri Jakarta, Indonesia Email: [email protected], [email protected], [email protected] |
|
|
Kata kunci: ikan kembung; dendeng lumat; suhu pengeringan; sifat fisik; daya
terima konsumen Keywords: long jawed mackerel; fish jerky; drying temperature; physical test; consumer acceptability |
ABSTRAK Latar Belakang: Ikan kembung menjadi salah satu komoditas
laut yang melimpah dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Namun, ikan
memiliki masa segar yang singkat, sebab kadar air yang tinggi. Oleh itu,
diperlukan usaha pengawetan yang bertujuan masa simpan ikan lebih panjang dan
menambah variasi olahan berbahan dasar ikan kembung yang diketahui bernilai
gizi tinggi. Ikan kembung pada penelitian ini akan diolah menjadi produk
pengawetan pengeringan, dendeng lumat. Tujuan: Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk
menganalisis hasil dendneg lumat ikan kembung yang dikeringkan dengan oven
pada suhu 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C terhadap sifat fisik dan daya terima
konsumen Metode: Aspek yang diuji pada variabel sifat fisik, adalah
berat, ketebalan, tekstur, dan daya serap minyak. Kemudian, variabel daya
terima konsumen aspek yang diuji adalah warna, aroma amis, aroma bumbu, rasa
manis, rasa gurih, tekstur liat, tekstur kering dan ketebalan. Uji sifat
fisik dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dan uji organoleptik daya terima
konsumen dilakukan kepada 30 panelis. Hasil data penelitian akan dianalisis
menggunakan uji one way Anova untuk sifat fisik dan uji Friedman untuk
daya terima konsumen dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil: Berdasarkan hasil analisis uji friedman
yang dilanjutkan dengan uji Tuckey perlakuan suhu pengeringan yang
menghasilkan dendeng lumat ikan kembung paling disukai oleh konsumen adalah
perlakuan suhu pengeringan 80 ˚C. Kesimpulan: suhu pengeringan dendeng lumat ikan kembung memiliki pengaruh signifikan
terhadap sifat fisik dendeng seperti berat, ketebalan, dan tekstur. Namun,
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada aspek daya serap minyak. Selain
itu, suhu pengeringan 80 ˚C merupakan suhu yang paling disukai oleh konsumen
dalam hal daya terima. ABSTRACT Background: Mackerel is one of the abundant marine commodities
and is in great demand by the people of Indonesia. However, fish have a short
fresh period, due to high water content. Therefore, preservation efforts are
needed that aim at a longer shelf life of fish and add a variety of
mackerel-based preparations that are known to have high nutritional value.
Mackerel in this study will be processed into drying preservation products,
crushed jerky. Purpose: The
purpose of this study was to analyze the results of mackerel crushed dried by
oven at 70 °C, 80 °C, and 90 °C on the physical properties and consumer
acceptability.. Methods: The aspects
tested on the variables of physical properties, are weight, thickness,
texture, and absorbency of the oil. Then, the consumer acceptability
variables tested aspects are color, fishy aroma, spice aroma, sweetness,
savory taste, clay texture, dry texture and thickness. Physical
properties tests were carried out 3 times and organoleptic tests of consumer
acceptability were carried out to 30 panelists. The results of the research
data will be analyzed using the one way Anova test for physical properties
and the Friedman test for consumer acceptability with a significance level of
α = 0.05. Results: Based on the
results of the Friedman test analysis followed by the Tuckey test, the drying
temperature treatment that produces mackerel jerky is most preferred by
consumers is the drying temperature treatment of 80 ° Conclusion: The drying temperature
of mackerel
jerky has a
significant influence on
the physical
properties of jerky such
as weight,
thickness, and texture.
However, there is
no significant
difference in the
aspect of oil absorption.
In addition,
the drying temperature of 80°C
is the
most preferred temperature
by consumers
in terms
of acceptability. |
|
PENDAHULUAN
Makanan yang dikonsumsi oleh manusia dapat berupa bahan segar,
olahan, atau bahan yang diformulasikan memiliki komposisi yang relatif lengkap
untuk manusia. Namun, komposisi tersebut juga dapat mendorong pertumbuhan
mikroba yang dapat merusak makanan. Untuk mempertahankan kualitas makanan dan
mencegah kerusakannya dilakukan sebuah usaha pengawetan. Pengawetan dilakukan
dengan tujuan untuk menjaga rasa, tekstur, kualitas, dan nilai gizi makanan.
Selain itu, pengawetan juga bertujuan untuk
mengurangi pemborosan kelebihan makanan, mempertahankan aksesibilitas produk
untuk waktu yang lebih lama, termasuk jika terdapat di tempat-tempat di mana
makanan tersebut tidak diproduksi
Zaman dahulu manusia menggunakan teknik pengawetan dengan tujuan
bahan makanan yang diawetkan tersedia sepanjang waktu, tanpa mengenal musim.
Pengawetan makanan ini juga dapat mengurangi bahan makanan apabila makanan
tersebut tidak habis dikonsumsi. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan
oleh
Upaya pengawetan bahan pangan ini dapat diolah dengan berbagai
cara, yaitu fermentasi, pengasapan, pengasinan, pengeringan dan pendinginan.
Masing-masing cara pengawetan memiliki contoh produknya tersendiri, seperti
tapai merupakan contoh produk pengawetan
dari teknik fermentasi. Sei sapi adalah contoh produk dari teknik pengasapan
dan produk dendeng yang menjadi contoh produk dari teknik pengeringan.
Pembuatan dendeng dengan cara pengeringan termasuk metode pengawetan daging
yang mudah dan murah dilakukan.
Dendeng menjadi produk pengawetan yang murah dan mudah dilakukan
karena pada proses pembuatannya tidak terlalu rumit. Daging yang menjadi bahan
utama pembuatan dendeng sebelumnya melalui tahapan pengirisan daging secara
tipis- tipis. Daging yang telah diiris tipis dimarinasi dengan bumbu-bumbu yang
telah dihaluskan selama 6 jam yang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari
hingga kering. Proses pengeringan dengan sinar matahari termasuk ke dalam
proses pengeringan tradisional. Saat ini pengeringan juga dapat dilakukan
dengan menggunakan alat bantuan mekanik seperti oven. Adanya alat tersebut
dapat membantu waktu pengeringan lebih cepat, suhu yang terukur, tidak banyak
adanya kontak dengan udara luar, dan dapat dilakukan kapan saja karena tidak
bergantung dengan cuaca
Jenis produk dendeng saat ini terdapat dua jenis, dendeng sayat
atau iris dan dendeng giling atau lumat. Hal yang membedakan dua jenis dendeng
tersebut terletak pada proses pengolahan daging sebelum dimarinasi dengan
bumbu. Dendeng sayat dibuat dengan cara menyayat atau mengiris daging dengan
tipis daging, lalu daging dibumbui dan dikeringkan. Dendeng giling atau dendeng
lumat bahan daging yang digunakan digiling atau dilumatkan terlebih dahulu
kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan, lalu diratakan dan
dibentuk di atas loyang dan dikeringkan
Diketahui dari 2 jenis dendeng di atas, jenis dendeng yang akan
digunakan untuk penelitian ini adalah jenis dendeng lumat. Pemilihan dendeng
giling atau dendeng lumat pada penelitian ini dikarenakan dendeng lumat
memiliki rasa bumbu yang lebih kuat dibandingkan dendeng sayat. Bumbu-bumbu
yang digunakan pada dendeng lumat lebih meresap ke dalam daging yang sudah
giling. Tekstur yang dihasilkan oleh dendeng giling lebih lunak sehingga lebih
mudah dikunyah
Penggunaan ikan sebagai bahan dasar pembuatan dendeng lumat
dikarenakan ikan merupakan sumber protein, bertujuan untuk meningkatkan angka
konsumsi ikan Indonesia dengan mendukung gerakan gemar memasyarakatkan makan
ikan (GEMARIKAN) yang digalakkan oleh pemerintah. Selain mendukung gerakan
gemar makan ikan alasan lain digunakannya ikan sebagai bahan dasar pembuatan
dendeng ialah harga ikan dipasaran yang lebih terjangkau dibandingkan harga
daging sapi. Sehingga ikan menjadi pilihan sumber protein yang terjangkau bagi
masyarakat.
Jenis ikan yang digunakan ialah ikan kembung. Pemilihan ikan kembung
sebagai bahan baku dendeng disebabkan produksi tangkapan ikan kembung di
wilayah perairan Indonesia yang banyak. Tahun 2018 total tangkapan ikan kembung
mencapai 360 ribu ton, di tahun 2020 mencapai 362 ribu ton
Tingginya angka permintaan ikan yang memiliki bentuk tubuh yang
cukup langsing dengan sisik halus ditubuhnya ini dikarenakan ikan kembung
memiliki cita rasa daging yang kuat. Oleh itu daging ikan kembung akan timbul
rasa gurih atau umami pada produk pangan olahan yang berbahan dasar dari ikan
kembung
Selain memiliki cita rasa yang gurih diketahui ikan kembung
memiliki kandungan 5.0 g omega-3 dan 3.0 g omega-6. Selain itu kandungan
proteinnya juga tinggi, yakni 22 gram protein per 100 gram daging ikan kembung.
Hal tersebut jauh lebih tinggi dari ikan lain yang sudah terbiasa dijadikan
bahan pembuatan dendeng. Pada ikan lele terdapat kandungan protein sebesar
16.80%. Ikan nila memiliki kisaran kandungan protein yang tertinggi sebesar
16,79 gram per 100 gram
Oleh karena kandungan gizi baik yang dimiliki oleh ikan kembung,
ikan kembung sering dijadikan lauk pauk yang dapat berupa ikan segar yang
diolah baik dengan diberi bumbu-bumbu atau diawetkan dengan cara pengasinan,
ikan asin peda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Palawewari
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan ikan kembung dapat
dijadikan berbagai olahan. Untuk itu ikan kembung penelitian ini akan diolah
menjadi dendeng. Pada tahap pengeringan dendeng dikeringkan dengan menggunakan
alat bantuan mekanik berupa oven. Oleh
karena digunakannya oven untuk alat pengering dendeng, maka perlu ditentukan
suhu pengeringan pada oven.
Menurut
Berdasarkan tiga penelitian yang sudah dilakukan di atas suhu
pengeringan dendeng masih terdapat perbedaan dari segi pengeringan suhu dan
lama pengeringan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pada suhu berapa
dendeng dapat kering secara ideal dengan bantuan alat pengering mekanik oven
yang sebelumnya dilakukan penelitian pendahuluan berapa lama dendeng dapat
dikeringkan sebelum masuk ke tahap terakhir pembuatan dendeng, yaitu
penggorengan. Suhu pengeringan yang akan diuji coba untuk penelitian
dendeng lumat ikan kembung ini adalah 70 ºC, 80 ºC, dan 90 ºC.
Dilakukannya pengeringan dendeng lumat ikan kembung menggunakan oven diharapkan
dendeng yang dihasilkan mempunyai kualitas sifat fisik yang lebih stabil. Untuk
itu diperlukan penelitian mengenai di antara suhu 70 ºC, 80 ºC, dan 90 ºC yang
menghasilkan dendeng lumat ikan kembung yang paling baik dan apakah terdapat
perbedaan yang dihasilkan dari suhu pengering yang berbeda tersebut.
Dengan kualitas fisik yang stabil dari segi tekstur, warna, dan
ketebalan dendeng diharapkan dapat menarik minat kesukaan masyarakat terhadap
dendeng lumat ikan kembung untuk mencobanya. Dendeng lumat ikan kembung juga
diharapkan mempunyai rasa yang manis dan gurih dengan aroma bumbu yang kuat
serta tidak lagi tercium aroma ikan sehingga masyarakat yang kurang menyukai
ikan karena aromanya dapat mengonsumsinya.
Penelitian
dendeng ikan kembung lumat ini memiliki tujuan untuk menganalisa efek yang
ditimbulkan dari perbedaan suhu pengeringan terhadap sifat fisik dan daya
terima dendeng lumat ikan kembung.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan penelitian ini adalah
metode eksperimen yang bertujuan untuk meneliti pengaruh dari suatu perlakuan
tertentu pada suatu kelompok terhadap gejala yang ditimbulkannya dengan
membandingkan dengan kelompok lain yang mendapatkan perlakuan berbeda. Pada
penelitian perlakuan yang dimaksud adalah dengan mengeringkan dendeng lumat
ikan kembung dengan suhu yang berbeda-beda. Dendeng lumat ikan kembung
dikeringkan pada suhu 70 ºC, 80 ºC, dan 90 ºC.
Panel yang dibutuhkan untuk pengambilan data
penelitian ini adalah panel agak terlatih. Panel tersebut akan dimintai
pendapat mengenai dendeng ikan kembung lumat dengan perbedaan suhu
pengeringan untuk menganalisis tingkat
daya terima konsumen melalui uji hedonik.
Populasi dari penelitian ini ialah suhu
pengeringan dendeng ikan kembung lumat. Sampel penelitiannya adalah dendeng
ikan kembung lumat yang dipanggang pada suhu 70 ºC, 80 ºC, dan 90 ºC dengan
waktu pada masing-masing suhu selama 45 menit. Sampel diambil secara acak dan
diberi kode berupa angka yang hanya diketahui peneliti saja.
Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis sifat fisik dan daya terima
konsumen dari dendeng ikan kembung lumat yang dikeringkan dengan suhu yang
berbeda. Untuk pengambilan data penelitian ini dibutuhkan 30 orang panelis agak
terlatih.
Cara yang digunakan untuk mendapatkan data
penelitian mengenai pengaruh perbedaan suhu pengeringan dendeng lumat ikan kembung
terhadap sifat fisik ialah menggunakan jangka sorong digital, peneterometer,
timbangan digital laboratorium. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali
pengulangan uji. Uji daya terima konsumen di lapangan dilakukan uji
organoleptik.
Untuk mendapatkan data penelitian daya terima
konsumen menggunakan uji organoleptik yang membutuhkan 30 panelis dari
mahasiswa Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
yang sudah lulus mata kuliah pengawetan dan organoleptik.
Panelis uji organoleptik untuk daya terima
konsumen menilai sampel produk dengan mengisi instrumen penilaian yang
diberikan. Instrumen penilaian berisi aspek penilaian yang meliputi warna,
aroma, rasa, tekstur, dan ketebalan yang setiap aspek tersebut memiliki skala
penilaian berupa 5 = sangat suka, 4 = suka 3 = agak suka, 2 = tidak suka, dan 1
= sangat tidak suka. Panelis memberi penilaian dengan cara memberi tanda ceklis
(v) pada kolom yang disediakan.
Uji Sifat Fisik
Analisis data untuk variabel sifat fisik pada
penelitian perbedaan suhu pengeringan dendeng lumat ikan kembung menggunakan
uji Analysis of Variance (ANOVA) rancangan acak lengkap non
faktorial. Penggunaan uji one way ANOVA
bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari setiap perlakuan penelitian yang dilakukan berulang
secara acak. Uji ANOVA digunakan karena terdapat tiga kelompok perlakuan dengan
satu
Pada uji Anova yang akan dilakukan data harus
berdistribusi normal dan bersifat homogen. Apabila hasil f hitung anova
menunjukkan beda nyata maka dilanjutkan dengan post hoc test uji LSD (Least
Significant Difference) atau uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
Uji Daya Terima Konsumen
Analisis data yang digunakan untuk uji daya
terima konsumen pada penelitian perbedaan suhu pengeringan dendeng lumat ikan
kembung adalah uji Friedman. Penggunaan uji friedman sebagai analisis data uji
daya terima konsumen disebabkan pada penelitian ini terdapat tiga perlakuan.
Uji Friedman digunakan dengan alasan asumsi data tidak berdistribusi normal.
Data yang dihasilkan berbentuk ordinal.
Hipotesis statistik yang akan diuji pada
penelitian ini, yaitu sifat fisik dan daya terima konsumen terhadap perbedaan
suhu pengeringan dendeng lumat ikan kembung seperti berikut ini:
Ho : μA = μB = μC
Keterangan :
Ho : Tidak terdapat pengaruh perbedaan suhu pengeringan dendeng lumat
ikan kembung terhadap sifat fisik dan daya terima konsumen
H1 : Terdapat pengaruh perbedaan suhu pengeringan dendeng
lumat ikan kembung terhadap sifat fisik dan daya terima konsumen
μA : Nilai rata-rata sifat fisik dan daya terima konsumen dendeng lumat
ikan kembung dengan suhu pengeringan 70 ºC
μB : Nilai rata-rata sifat fisik
dan daya terima konsumen dendeng lumat ikan kembung dengan suhu pengeringan 80
ºC
μC : Nilai rata-rata sifat fisik
dan daya terima konsumen dendeng lumat ikan kembung dengan suhu pengeringan 90
ºC
Pengujian hipotesis
dilakukan dengan uji Friedman untuk variable daya terima konsumen dan uji one
way Anova (Analysis of Variance) untuk variable sifat fisik yang
sebelumnya data setiap aspek sifat fisik sudah di uji normalitas (Kolmogorv
Smirnov) dengan hasil data setiap aspek terdistribusi dengan normal.
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Warna
Berdasarkan hasil
perhiungan nilai aspek warna terhadap 30 panelis maka diperoleh x2
hitung = 6,67 pada taraf siginifikan α = 0,05, diketahui x2 tabel
pada derajat kepercayaan db = 3-1 = 2, yaitu 5,99.
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis Aspek Warna
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Warna |
6,67 |
5,99 |
Nilai x2
hitung > x2 tabel yang artinya Ho ditolak dan H1
diterima |
Seperti yang tertera pada
tabel di atas, maka Ho ditolak dan H1 diterima. Karena itu, terlihat
adanya pengaruh pada aspek warna dendeng lumat ikan kembung dengan suhu
pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C terhadap daya terima konsumen. Sebab
terlihat adanya perbedaan, maka uji dilanjutkan dengan Uji Pembanding Ganda, yakni
uji Tuckey.
Tabel 2. Hasil Uji Lanjut Tuckey Aspek Warna
Perbandingan |
Nilai Perbandingan |
Hasil Hitung |
|
Kesimpulan |
A – B |
|4,33-4,57| |
0,23 |
0,23 <
0,38 |
Tidak
berbeda nyata |
A – C |
|4,33-4,03| |
0,30 |
0,30 <
0,38 |
Tidak
berbeda nyata |
B – C |
|4,57-4,03| |
0,53 |
0,53 >
0,53 |
Berbeda
nyata |
Keterangan: A : Dendeng
lumat ikan kembung suhu pengeringan 70 ˚C
B : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 80 ˚C
C : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 90 ˚C
Berdasarkan hasil uji
tuckey dari tabel di atas, diketahui bahwa antara perlakuan suhu pengeringan 70
(A) dengan suhu perlakuan suhu pengeringan 80 (B) dan perlakuan suhu
pengeringan 70 (A) dengan suhu pengeringan 90 (C) terlihat tidak berbeda nyata.
Sedangkan perlakuan suhu pengeringan 80 (B) dan perlakuan suhu pengeringan 90
(C) menunjukkan hasil yang berbeda
nyata. Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa nilai perlakuan suhu
pengeringan 80 (B) yang paling disenangi oleh konsumen karena memiliki nilai
yang paling tinggi, yakni 4,57.
Hasil
Uji Hipotesis Daya Terima Konsumen Aspek Aroma
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Aroma Bumbu
Tabel 3. Hasil Uji
Hipotesis Aspek Aroma Bumbu
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Aroma
bumbu |
5,82 |
5,99 |
Nilai x2
hitung < x2 tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak |
Berdasarkan tabel di atas,
nilai x2 hitung < x2 tabel, yang artinya Ho diterima
dan H1 ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil dari perhitungan
tersebut adalah tidak terdapat pengaruh suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90
˚C pada dendeng lumat ikan kembung terhadap daya terima konsumen aspek aroma
bumbu. Oleh itu, untuk aspek aroma bumbu tidak dilanjutkan ke tahap uji
berikutnya.
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Aroma Amis
Tabel 4. Hasil Uji
Hipotesis Aspek Aroma Amis
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Aroma
amis |
3,05 |
5,99 |
Nilai x2
hitung < x2 tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak |
Melihat hasil perhitungan
yang tersaji pada tabel, nilai x2 hitung < x2 tabel,
maka Ho diterima dan H1 ditolak. Dari hasil tersebut didapat
kesimpulan bahwa tidak adanya pengaruh perbedaan suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C,
dan 90 ˚C pada dendeng lumat ikan kembung terhadap daya terima konsumen aspek
aroma amis. Karena tidak terdapat pengaruh perbedaan suhu pengeringan, sehingga
tidak dilakukan uji tahap berikutnya.
Hasil
Uji Hipotesis Daya Terima Konsumen Aspek Rasa
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Rasa Manis
Tabel 5. Hasil Uji
Hipotesis Aspek Rasa Manis
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Rasa
manis |
13,82 |
5,99 |
Nilai x2
hitung > x2 tabel yang artinya Ho ditolak dan H1
diterima |
Berdasar dari hasil
perhitungan yang didapat nilai x2 hitung > x2 tabel
artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Maka diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh perbedaan suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C dendeng
lumat ikan kembung terhadap daya terima konsumen aspek rasa manis. Karena
terlihat adanya pengaruh perbedaan suhu pengeringan dilakukann uji tahap
berikutnya, yaitu Uji Pembanding Ganda, Uji Tuckey.
Tabel 6. Hasil Uji Lanjut Tuckey Aspek Rasa Manis
Perbandingan |
Nilai Perbandingan |
Hasil Hitung |
Kesimpulan |
A – B |
|4,20-4,03| |
0,17 |
Tidak
berbeda nyata |
A – C |
|4,20-3,37| |
0,83 |
Berbeda
nyata |
B – C |
|4,03-3,37| |
0,67 |
Berbeda
nyata |
Keterangan: A : Dendeng
lumat ikan kembung suhu pengeringan 70 ˚C
B : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 80 ˚C
C : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 90 ˚C
Terlihat dari nilai
perbandingan antara perlakuan suhu perbandingan 70 (A) dengan suhu pengeringan
80 (B) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Untuk perlakuan suhu
pengeringan 70 (A) dibandingkan dengan
suhu perlakuan 90 (C) dan perlakuan suhu perbandingan 80 (B) dan perlakuan suhu
90 (C) menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Melihat nilai tertinggi yang
diraih perlakuan suhu pengeringan 70 (A) 4,20 menjadikan perlakuan tersebut
menjadi yang paling disenangi oleh konsumen pada aspek rasa manis.
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Rasa Gurih
Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis Aspek Rasa Gurih
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Rasa
gurih |
5,62 |
5,99 |
Nilai x2
hitung < x2 tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak |
Dari tabel di atas dapat
dilihat nilai x2 hitung < x2 tabel, hal ini
menunjukkan Ho diterima dan H1 ditolak. Dapat disimpulkan tidak
terdapat pengaruh perbedaan suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C dendeng
lumat ikan kembung terhadap daya terima konsumen aspek rasa gurih. Hal tersebut
menjadikan aspek rasa gurih tidak dilanjutkan ke uji tahap berikutnya.
Hasil
Uji Hipotesis Daya Terima Konsumen Aspek Tekstur
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Tekstur Liat
Dari
30 panelis yang memberikan penilaian produk dendeng lumat ikan kembung terhadap
daya terima konsumen aspek tekstur liat, maka didapatkan nilai hitung pada
tabel di bawah ini.
Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Aspek Tekstur Liat
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Tekstur
liat |
16,35 |
5,99 |
Nilai x2
hitung > x2 tabel yang artinya Ho ditolak dan H1
diterima |
Hasil perhitungan di atas
menunjukkan nilai x2 hitung > x2 tabel yang berarti Ho
ditolak dan H1 diterima. Berdasar hasil tersebut diketahui terdapat
pengaruh perbedaan suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C dendeng lumat ikan
kembung terhadap daya terima konsumen aspek tekstur liat. Dari itu dilanjutkan
ke Uji Tuckey untuk dibandingkan semua pasangan rata-rata setiap perlakuan.
Tabel 9. Hasil Uji Lanjut Tuckey Aspek Tekstur Liat
Perbandingan |
Nilai Perbandingan |
Hasil Hitung |
Kesimpulan |
A – B |
|4,13-4,23| |
0,10 |
Tidak
berbeda nyata |
A – C |
|4,13-3,40| |
0,73 |
Berbeda
nyata |
B – C |
|4,23-3,40| |
0,83 |
Berbeda nyata |
Keterangan: A : Dendeng
lumat ikan kembung suhu pengeringan 70 ˚C
B : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 80 ˚C
C : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 90 ˚C
Dapat dilihat dari nilai
perbandingan yang ada di atas antara perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C (A)
dengan perlakuan suhu pengeringan 80 ˚C (B) menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata. Sementara pada perbandingan perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C (A)
dengan perlakuan suhu pengeringan 90 ˚C (C) dan perbandingan perlakuan suhu pengeringan
80 ˚C dengan perlakuan suhu pengeringan 90 ˚C (C) menunjukkan hasil yang
berbeda nyata. Dari nilai perbandingan tersebut diketahui perlakuan suhu
pengeringan 80 ˚C (B) merupakan kelompok perlakuan yang paling disukai oleh
konsumen pada aspek tekstur liat, sebab memiliki nilai yang paling tinggi 4,23.
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Tekstur Kering
Hasil perhitungan 30
panelis untuk aspek tekstur kering diketahui x2 hitung = 6,02
seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Aspek Tekstur Kering
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Tekstur
kering |
6,02 |
5,99 |
Nilai x2
hitung > x2 tabel yang artinya Ho ditolak dan H1
diterima |
Berdasarkan
hasil hitung di atas diketahui nilai x2 hitung > x2
tabel artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut berarti
terlihat adanya pengaruh perbedaan suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C
dendeng lumat ikan kembung terhadap daya terima konsumen aspek tekstur kering.
Oleh itu, dilakukan uji lanjutan, yakni Uji Tuckey.
Tabel 11. Hasil Uji Lanjut Tuckey Aspek Tekstur Kering
Perbandingan |
Nilai Perbandingan |
Hasil Hitung |
|
Kesimpulan |
A – B |
|4,07-4,50| |
0,43 |
0,43>0,41 |
Berbeda
nyata |
A – C |
|4,07-4,03| |
0,03 |
0,03<0,41 |
Tidak
berbeda nyata |
B – C |
|4,50-4,03| |
0,47 |
0,47>0,41 |
Berbeda
nyata |
Keterangan: A : Dendeng
lumat ikan kembung suhu pengeringan 70 ˚C
B : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 80 ˚C
C : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 90 ˚C
Hasil uji Tuckey untuk
perbandingan perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C (A) dengan perlakuan suhu
pengeringan 80 ˚C (B) dan perbandingan antara perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C
(A) dengan perlakuan suhu pengeringan 90 ˚C (C) menghasilkan kesimpulan tidak
berbeda nyata. Kemudian, perbandingan perlakuan suhu 80 ˚C (B) dengan perlakuan
suhu pengeringan 90 ˚C (C) menunjukkan hasil berbeda nyata. Nilai tertinggi
4,50 yang dimiliki perlakuan suhu pengeringan 80 ˚C (B) menjadikan perlakuan
tersebut yang paling disenangi oleh konsumen dari aspek tekstur kering.
Hasil Uji Hipotesis Daya
Terima Konsumen Aspek Ketebalan
Berdasarkan
hasil penilaian panelis sebanyak 30 orang terhadap aspek ketebalan dendeng
lumat ikan kembung untuk itu diketahui x2 hitung, yaitu 6,12.
Tabel 12. Hasil Uji Hipotesis Aspek Ketebalan
Kriteria Pengujian |
x2 hitung |
x2 tabel |
Kesimpulan |
Ketabalan |
15,62 |
5,99 |
Nilai x2
hitung > x2 tabel yang artinya Ho ditolak dan H1
diterima |
Dapat diketahui dari tabel
tersebut nilai x2 hitung > x2 tabel yang artinya Ho
ditolak dan H1 diterima. Dari hal tersebut didapat kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh suhu pengeringan 70 ˚C, 80 ˚C, dan 90 ˚C dendeng lumat ikan
kembung terhadap daya terima konsumen aspek ketebalan. Untuk itu dapat
dilanjutkan ke uji berikutnya, Uji Tuckey.
Tabel 13. Hasil Uji Lanjut Tuckey Aspek Ketebalan
Perbandingan |
Nilai Perbandingan |
Hasil Hitung |
|
Kesimpulan |
A – B |
|3,60-4,13| |
0,53 |
0,53>0,38 |
Berbeda
nyata |
A – C |
|3,60-4,50| |
0,90 |
0,90>0,38 |
Berbeda
nyata |
B – C |
|4,13-4,50| |
0,37 |
0,37<0,38 |
Tidak
berbeda nyata |
Keterangan: A : Dendeng
lumat ikan kembung suhu pengeringan 70 ˚C
B : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 80 ˚C
C : Dendeng lumat ikan kembung suhu
pengeringan 90 ˚C
Setelah dilakukannya uji
lanjutan uji Tuckey diketahui perbandingan perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C (A)
dengan perlakuan suhu pengeringan 80 ˚C (B) menujukkan hasil tidak berbeda
nyata. Kemudian untuk hasil perbandingan perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C (A)
dengan perlakuan suhu pengeringan 90 ˚C (C) dan perbandingan antara perlakuan suhu
80 ˚C (B) dengan perlakuan suhu pengeirngan 90 ˚C (C) menunjukkan berbeda
nyata. Dari nilai yang diketahui perlakuan suhu pengeringan 80 ˚C (B)
mendapatkan hasil yang paling tinggi, yakni 4,37 yang dapat disimpulkan bahwa
perlakuan tersebut menjadi perlakuan yang paling disukai untuk aspek ketebalan
oleh konsumen.
Pada proses analisi data
sebelumnya dilakukan uji normalisasi (Kolmogorov Smirnov) pada semua data aspek
sifat fisik. Setelah menganalisis data yang didapatkan untuk semua aspek sifat
fisik terdistribusi normal, dilanjutkan analisis data menggunakan uji Anova
yang bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian.
Hasil Uji Hipotesis Sifat
Fisik Aspek Berat
Tabel 14. Hasil Uji Anova Sifat Fisik Aspek Berat
Sumber Keseragaman |
JK |
DB |
KT |
FHit |
Ft |
Perlakuan |
132.76 |
2 |
66.38 |
7.75 |
5.14 |
Galat |
51.40 |
6 |
8.57 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Total |
184.16 |
8 |
|
|
|
Dari hasil uji Anova pada
tabel di atas diketahui DB Perlakuan = 2 dan DB Galat = 8 pada α = 0,05 didapat
Ftabel = 5,14, sedangkan Fhitung = 7,75.
Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis Sifat Fisik Aspek Berat
Aspek Pengujian |
FHitung |
FTabel |
Kesimpulan |
Berat |
7,75 |
5,14 |
Fhitung
> Ftabel, Maka H0 ditolak, H1
diterima |
Melihat kesimpulan pada
tabel di atas, Fhitung = 7,75 lebih besar dibandingkan dengan Ftabel
= 5,14, maka H0 ditolak, H1 diterima. Hal tersebut
menandakan bahwa terlihat adanya pengaruh yang signifikan terhadap penyusutan
berat dendeng lumat ikan kembung dengan perbedaan suhu pengeirngan. Sebab
terlihat adanya pengaruh perbedaan, untuk itu dilakukan uji lanjut untuk
menganalisis letak perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut yang digunakan adalah
uji Fisher LSD (Least Significant Different) atau uji BNT (Beda Nyata
Terkecil). Pada tabel di bawah ini didapat hasil analisis dari uji BNT.
Tabel 16. Hasil Uji BNT Sifat Fisik Aspek Berat
Perlakuan |
Rata-rata |
Rata-rata + BNT |
Simbol |
152 |
39.60 |
45.43 |
a |
453 |
46.60 |
52.43 |
b |
898 |
48.53 |
54.36 |
bc |
Keterangan :
152 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 70 ˚C
453 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 80 ˚C
898 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 90 ˚C
Tabel 17. Hasil
Uji Lanjut Sifat Fisik Aspek Berat
Perbandingan Perlakuan |
Simbol |
Kesimpulan |
152 dan 453 |
a dan b |
Berbeda Nyata |
152 dan 898 |
a dan bc |
Berbeda Nyata |
453 dan 898 |
b dan bc |
Tidak Berbeda Nyata |
Hasil yang diperoleh dari
uji BNT pada perlakuan antara suhu
pengeringan 70 ˚C dengan suhu pengeringan 80 ˚C diketahui terdapat perbedaan
yang nyata. Suhu pengeringan 70 ˚C menyusut 39,60%, sedangkan suhu pengeringan
80 ˚C mengalami penyusutan berat sebesar 46,60%. Kemudian perlakuan suhu
pengeringan 70 ˚C dan suhu pengeringan 90 ˚C juga terlihat adanya perbedaan
nyata, hal tersebut dapat dilihat dari besarnya penyusutan berat dendeng lumat
ikan kembung pada suhu pengeringan 70 ˚C, yaitu 39,60% dan suhu pengeringan 90
˚C penyusutan berat sebesar 48,53%. Lalu, untuk perbandingan suhu pengeringan
80 ˚C dan suhu pengeringan 90 ˚C tidak terlihat adanya perbedaan. Diketahui
suhu pengeringan 80 ˚C menyusut 46,60% dan suhu pengeringan 90 ˚C menyusut
48,53%. Dapat disimpulkan dari hasil di atas bahwa perlakuan suhu pengeringan
90 ˚C merupakan perlakuan suhu pengeringan dengan penyusutan berat terbesar,
yaitu 48,53% dari berat awal dendeng lumat ikan kembung.
Hasil Uji Hipotesis Sifat
Fisik Aspek Ketebalan
Tabel 18. Hasil Uji Anova Sifat Fisik Aspek Ketebalan
Sumber Keseragaman |
JK |
DB |
KT |
FHit |
Ft |
Perlakuan |
1.41 |
2 |
0.70 |
79.12 |
5.14 |
Galat |
0.05 |
6 |
0.01 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Total |
1.46 |
8 |
|
|
|
Hasil uji anova yang
diperoleh adalah DBPerlakuan = 2 dengan DBGalat = 6 pada α = 0,05 yang didapat
Ftabel = 5,14 dengan Fhitung = 79,12. Hasil tersebut
dapat dilihat kesimpulannya pada tabel di bawah ini.
Tabel 19. Hasil Uji Hipotesis Sifat Fisik Aspek Ketebalan
Aspek Pengujian |
FHitung |
FTabel |
Kesimpulan |
Ketebalan |
79,12 |
5,14 |
Fhitung > Ftabel, Maka H0 ditolak, H1
diterima |
Hasil uji hipotesis di atas
menyatakan bahwa H0 ditolak, H1 diterima, maka pada aspek
ketebalan dendeng lumat ikan kembung dengan perbedaan suhu pengeringan
berdasarkan hasil uji hipotesis terdapat pengaruh perbedaan. Hal tersebut
disebabkan Fhitung = 79,12 lebih besar dari Ftabel =
5,14. Adanya pengaruh yang signifikan pada suhu pengeringan dendeng lumat ikan
kembung perlu dilakukan uji lanjut untuk menganalisis perbedaan antar perlakuan
dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
Tabel 20. Hasil Uji BNT Sifat Fisik Aspek Ketebalan
Perlakuan |
Rata-rata |
Rata-rata + BNT |
Simbol |
152 |
3.07 |
3.26 |
a |
453 |
2.53 |
2.72 |
ab |
898 |
2.10 |
2.29 |
bc |
Keterangan :
152 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 70 ˚C
453 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 80 ˚C
898 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 90 ˚C
Tabel 21. Hasil Uji Lanjut Sifat Fisik Aspek Ketebalan
Perbandingan Perlakuan |
Simbol |
Kesimpulan |
152 dan 453 |
a dan ab |
Tidak Berbeda Nyata |
152 dan 898 |
a dan bc |
Berbeda Nyata |
453 dan 898 |
b dan bc |
Tidak Berbeda Nyata |
Berdasarkan hasil uji lanjt
BNT yang sudah dilakukan untuk perbandingan perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C
dengan suhu pengeringan 80 ˚C tidak terlihat adanya perbedaan. Perbandingan
suhu pengeringan 70 ˚C dengan suhu pengeringan 90 ˚C berdasarkan hasil uji lanjut
diketahui terlihat adanya perbedaan yang signifikan. Sedang pada perbandingan
antara suhu pengeringan 80 ˚C dengan suhu pengeringan 90 ˚C tidak terlihat
adanya perbedaan nyata. Setelah mengalami proses pengeringan ketebalan dendeng
lumat ikan kembung perlakuan suhu 70 ˚C menghasilkan rerata 3,07 mm, suhu
pengeringan 80 ˚C dengan ketebalan 2,53 mm, dan suhu pengeringan 90 ˚C dengan
ketebalan 2,10 mm. Dari hasil tersebut suhu pengeringan 90 ˚C merupakan
perlakuan dengan hasil ketebalan dendeng yang paling tipis sedangkan suhu
pengeringan 70 ˚C adalah perlakuan dendeng dengan ketebalan yang paling tebal.
Hasil Uji Hipotesis Sifat
Fisik Aspek Daya Serap Minyak
Tabel 22. Hasil Uji Anova Sifat Fisik Aspek Daya Serap Minyak
Sumber Keseragaman |
JK |
DB |
KT |
FHit |
Ft |
Perlakuan |
115.18 |
2 |
57.59 |
0.62 |
5.14 |
Galat |
554.74 |
6 |
92.46 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Total |
669.92 |
8 |
|
|
|
Dari hasil uji Anova yang telah
dilakukan diperoleh DB Perlakuan = 2, DB Galat = 6 pada α = 0,05 yang didapat Ftabel
= 5,14 dengan Fhitung = 0,62.
Tabel 23. Hasil Uji Hipotesis Sifat Fisik Aspek Daya Serap Minyak
Aspek Pengujian |
FHitung |
FTabel |
Kesimpulan |
Daya Serap Minyak |
0,62 |
5,14 |
Fhitung < Ftabel, Maka H0 diterima, H1
ditolak |
Kesimpulan dari hasil uji
hipotesis aspek daya serap minyak adalah H0 diterima, H1
ditolak, tidak terdapat pengaruh dari suhu pengeringan dendeng lumat ikan
kembung terhadap daya serap minyak. Penarikan kesimpulan tersebut atas dasar Fhitung
= 0,62 yang lebih kecil daripada Ftabel = 5,14.
Hasil Uji Hipotesis Sifat
Fisik Aspek Tekstur
Tabel 24. Hasil Uji
Anova Sifat Fisik Aspek Tekstur
Sumber Keseragaman |
JK |
db |
KT |
FHit |
Ft |
Perlakuan |
882.39 |
2 |
441.19 |
13.05 |
5.14 |
Galat |
202.83 |
6 |
33.81 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Total |
1085.22 |
8 |
|
|
|
Perolehan hasil uji Anova
aspek tekstur DB Perlakuan = 2, DB Galat = 6 dengan Ftabel = 5,14
pada α = 0,05 dan Fhitung = 13,05.
Tabel 25. Hasil Uji Hipotesis Sifat Fisik Aspek Tekstur
Aspek Pengujian |
FHitung |
FTabel |
Kesimpulan |
Tekstur |
13,05 |
5,14 |
Fhitung > Ftabel, Maka H0 ditolak, H1
diterima |
Dari tabel uji hipotesis di
atas menyatakan H0 ditolak, H1 diterima. Hal tersebut
menjadikan aspek tekstur dendeng lumat ikan kembung dengan perbedaan suhu
pengeringan terlihat adanya perbedaan yang signifikan karena hasil Fhitung
= 13,05 > Ftabel = 5,14. Aspek tekstur dapat dilanjutkan ke uji
lanjut BNT untuk melihat perbandingan setiap perlakuan.
Tabel 26. Hasil Uji BNT Sifat Fisik Aspek Tekstur
Perlakuan |
Rata-rata |
Rata-rata + BNT |
Simbol |
1 |
25.67 |
67.51 |
a |
2 |
30.50 |
72.35 |
ab |
3 |
48.67 |
90.51 |
bc |
Keterangan :
152 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 70 ˚C
453 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 80 ˚C
898 : Dendeng lumat ikan
kembung suhu pengeringan 90 ˚C
Tabel 27. Hasil Uji Lanjut
Sifat Fisik Aspek Tekstur
Perbandingan Perlakuan |
Simbol |
Kesimpulan |
152 dan 453 |
a dan ab |
Tidak Berbeda Nyata |
152 dan 898 |
a dan bc |
Berbeda Nyata |
453 dan 898 |
b dan bc |
Tidak Berbeda Nyata |
Berdasar
dari hasil uji lanjut BNT untuk melihat perbandingan antar setiap perlakuan
penelitian diketahui perbandingan suhu pengeringan 70 ˚C dan suhu pengeringan
80 ˚C tidak terdapat perbedaan. Diketahui rata-rata tekstur suhu 70 ˚C 25,67
dan suhu 80 ˚C 30,50. Perbandingan antara suhu 70 ˚C dengan suhu 90 ˚C terlihat
adanya perbedaan yang signifikan. Rerata yang didapatkan suhu 70 ˚C 25,67 sedangkan
suhu 90 ˚C 48,67. Lalu, perbandingan yang terakhir suhu 80 ˚C dengan suhu 90 ˚C
tidak terdapat perbedaan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa suhu
pengeringan 90 ˚C merupakan suhu yang hasil teksturnya paling tinggi karena
mendapat nilai rerata 48,67.
Hasil nilai hitung
penelitian daya terima konsumen aspek warna menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
terhadap perbedaan suhu pengeringan dendeng lumat ikan kembung. Hasil tersebut
dilakukan setelah dilakukannya analisis menggunakan Uji Friedman dan dilanjutkan
ke Uji Tuckey karena terlihat adanya perbedaan. Dari hasil uji tersebut
diketahui bahwa perlakuan suhu pengeringan 80 ˚C merupakan perlakuan dengan
hasil yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C dan
90 ˚C. Adanya pengaruh yang dihasilkan sebab suhu menjadi salah satu atribut
yang dapat merubah warna produk pada saat proses pengolahan. Perbedaan suhu
pada proses pengolahan dapat mengasilkan warna yang lebih gelap atau lebih
pucat termasuk menghasilkan warna yang diinginkan. Hal tersebut sesuai dengan
prinsip faktor yang pemicu terjadinya proses pencoklatan nonenzimatis. Suhu
diyakini sebagai salah satu faktor proses pencoklatan nonenzimatis, karena
semakin tinggi suhu akan semakin cepat terjadinya perubahan warna coklat.
Selain suhu aspek warna
pada produk juga dapat dipengaruhi karena adanya kandungan gula pada produk.
Pada formula dendeng terdapat gula yang persentasenya sebesar 35% dari 100%
bahan utama. Kandungan gula pada dendeng tersebut memicu terjadianya reaksi
karamelisasi. Reaksi dari gula yang meleleh saat dipanaskan akan memicu
terjadinya perubahan warna pada produk menjadi warna cokelat
Berbeda dengan aspek warna
pada aspek aroma, baik aroma bumbu maupun aroma amis tidak menunjukkan adanya
pengaruh dari tiga kelompok perlakuan suhu pengeringan. Untuk hasil yang paling
baik pada aspek aroma bumbu dihasilkan pada perlakuan suhu 70 ˚C dengan rerata
nilai 4,33. Aroma bumbu pada produk dendeng tercipta dikarenakan penggunaan
bumbu dan rempah dalam formula. Beberapa bumbu dan rempah yang digunakan
memiliki aroma khas, seperti bawang putih, bawang merah, lengkuas, ketumbar,
dan jahe. Dari bumbu dan rempah yang digunakan tersebut dapat menyamarkan bau tidak
sedap ataupun amis pada bahan makanan, ikan yang diolah
Selanjutnya pada aspek
aroma amis perlakuan suhu 70 ˚C juga mendapat rata-rata nilai yang paling
tinggi di antara perlakuan suhu yang lain, yakni 3,93. Penggunaan ikan kembung
sebagai bahan dasar pembuatan dendeng menciptakan aroma amis. Aroma amis pada ikan
kembung bias disamarkan dengan penggunaan bumbu dan remah serta penggunaan air
jeruk nipis. Menurut
Sebagaimana pernyataan Estiasih
Hasil uji menunjukkan
perlakuan suhu 70 ˚C mendapatkan hasil nilai paling tinggi 4,20 dan perlakuan
suhu 90 ˚C mendapatkan hasil terendah 3,37. Hal itu terjadi disebabkan pada
suhu perlakuan suhu 90 ˚C merupakan suhu paling tinggi di antara kelompok
perbedaan suhu pengeringan. Pada suhu yang tinggi hasil dari karamelisasi tidak
hanya menghasilkan rasa manis tetapi juga memberikan rasa sedikit pahit. Untuk
itu perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C merupakan perlakuan yang paling disenangi
karena merupakan perlakuan suhu yang paling rendah, sehingga pada saat terjadi
karamelisasi tidak terdapat rasa pahit.
Adapun rasa gurih pada
dendeng lumat ikan kembung didapat dari daging ikan kembung yang digunakan
sebagai bahan utama. Menurut Novianti
Kemudian pada aspek tekstur
liat diketahui hasil dari perlakuan suhu pengeringan 70 ˚C dan suhu pengeringan
80 ˚C menunjukkan tesktur liat pada dendeng lumat ikan kembung disukai oleh
konsumen. Diketahui ikan memiliki jaringan pengikat yang halus, karenanya
terasa empuk saat dimakan
Dari perbedaan suhu
pengeringan juga menghasilkan tekstur kering yang berbeda-beda sesuai dengan
rendah tingginya suhu saat proses pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan
dan aliran udara pada proses pengeringan mengakibatkan proses pengeringan
semakin cepat terjadi. Pada suhu yang tinggi energi panas yang dibawa udara
semakin besar, sehingga semakin cepat massa air pada produk yang dikeringkan
menguap
Ketika massa air produk
menguap dari produk dendeng lumat ikan kembung tidak hanya mengakibatkan
perubahan tekstur produk menjadi kering, akan tetapi juga mengakibatkan
ketebalan produk berkurang dari ketebalan awal sebelum dikeringkan. Ketebalan
diketahui menjadi salah faktor yang memengaruhi pengeringan, selain suhu dan
waktu pengeringan
Dari delapan aspek
penilaian pada uji daya terima konsumen yang telah dilakukan untuk aspek warna,
tekstur liat, tekstur kering, rasa manis, dan ketebalan menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan terhadap perbedaan suhu pengeringan dendeng lumat
ikan kembung. Lalu, pada aspek aroma bumbu, aroma amis, dan rasa gurih tidak
menunjukkan adanya perbedaan terhadap perbedaan suhu pengeirngan dendeng lumat
ikan kembung. Dari hasil tersebut juga diketahui perlakuan suhu 80 ˚C merupakan
suhu yang mendapatkan hasil nilai rata-rata paling tinggi pada aspek warna,
tekstur liat, tekstur kering, dan ketebalan. Sedang suhu 70 ˚C mendapat hasil
nilai rata-rata tertinggi untuk aspek rasa manis, rasa gurih, aroma amis, dan
aroma bumbu.
Tabel 28. Hasil Rata-rata Uji Daya terima Konsumen
Dendeng Lumat Ikan Kembung
Aspek Penilaian |
Perlakuan |
||
70 ˚C |
80 ˚C |
90 ˚C |
|
Warna |
4.33 |
4.57 |
4.03 |
Aroma bumbu |
4.33 |
4.17 |
3.83 |
Aroma amis |
3.93 |
3.77 |
3.6 |
Tekstur liat |
4.13 |
4.23 |
3.4 |
Tekstur kering |
4.07 |
4.5 |
4.03 |
Rasa manis |
4.2 |
4.03 |
3.37 |
Rasa gurih |
4.4 |
4.37 |
3.97 |
Ketebalan |
4.33 |
4.37 |
3.87 |
Mean |
4.22 |
4.25 |
3.76 |
Dari perolehan rata-rata
setiap aspek pada tabel di atas diketahui perlakuan suhu 70 ˚C mendapatkan
hasil mean dari total perolehan aspek 4,22, suhu 80 ˚C mendapatkan nilai mean
4,25, dan suhu 90 ˚C mendapatkan nilai mean 3,76. Oleh itu, dapat disimpulkan
bahwa pada uji daya terima konsumen dendeng lumat ikan kembung perlakuan suhu
80 ˚C merupakan perlakuan yang paling disukai oleh para panelis karena
mendapatkan nila mean dari setiap hasil rata-rata aspek penilaian paling
tinggi, yakni 4,25. Kemudian perlakuan suhu 70 ˚C berada diperingkat kedua
dengan perolehan nilai mean 4,22 dan suhu 90 ˚C berada diperingkat terakhir
dengan perolehan mean 3,76
Pembahasan
Hasil Penelitian Sifat Fisik
Setelah dilakukannya
pengujian hipotesis menggunakan uji one way Anova pada variabel sifat
fisik untuk empat aspek yang diuji, yakni berat, daya serap minyak, ketebalan,
dan tekstur maka diketahui hasil dari uji hipotesis masing-masing aspek
tersebut. Untuk aspek berat diketahui adanya perbedaan antar perlakuan suhu
pengeringan dari tiga kali pengulangan. Hasil tersebut didapat dengan
mendapatkan data berat dendeng lumat ikan kembung sebelum dikeringan dan
sesudah dikeringkan yang kemudian dihitung besar penyusutan berat dendeng lumat
ikan kembung.
Pengaruh suhu pengeringan
setiap perlakuan memberikan hasil penyusutan yang berbeda-beda. Untuk perlakuan
suhu pengeringan 70 ˚C dari tiga kali pengulangan ujian menghasilkan rerata
penyusutan berat 39,60%. Perlakuan suhu 80 ˚C menghasilkan rerata penyusutan
berat 46,60%. perlakuan suhu 90 ˚C memperoleh rerata penyusutan berat yang
paling tinggi, yakni sebesar 48,53%. Perlakuan suhu pengeringan 90 ˚C
menghasilkan penyusutan yang paling tinggi disebabkan dari ketiga perlakuan
suhu pengeirngan suhu 90 ˚C merupakan suhu yang paling tinggi. Semakin tinggi
suhu yang digunakan pada saat pengeringan semakin cepat terjadinya proses
pengeringan yang mengakibatkan semakin banyak air yang menguap akibat
terjadinya proses perpindahan panas dan massa
Hal di atas juga
bersinggungan dengan adanya pengaruh suhu pengeringan terhadap ketebalan
dendeng. Adanya jumlah air yang menguap menyebabkan terjadinya penuruan volume
dalam hal ini ketebalan dendeng. Pada suhu 70 ˚C ketebalan dendeng dengan tiga
kali pengulangan didapat 3,07 mm, untuk suhu 80 ˚C didapat rata-rata ketebalan
2,53 mm, dan suhu 90 ˚C dengan rata-rata ketebalan dendeng 2,10 mm. Berdasarkan
hasil pengukuran ketebalan menggunakan jangka sorong digital tersebut suhu
pengeringan 90 ˚C merupakan dendeng yang paling tipis ketebalannya. Hal
tersebut dikarenakan suhu 90 ˚C merupakan suhu yang paling tinggi, sehingga
semakin banyak jumlah air yang menguap pada dendeng saat proses pengeringan.
Dari hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan untuk aspek berat dan
ketebalan suhu 90 ˚C merupakan suhu yang paling tinggi penyustan beratnya dan
paling tipis ketebalannya, yaitu 48,53% untuk berat dan 2,10 mm untuk ketebalan
dendeng.
Hal yang sama juga terjadi
pada aspek tekstur, hasil pengukuran tekstur menggunakan texture analyzer suhu
70 ˚C mendapatkan hasil terkecil, yaitu 25,67, suhu 80 ˚C memperoleh hasil
30,50 dan suhu 90 ˚C memperoleh hasil tekstur yang paling tinggi 48,67. Proses
pengeringan yang terjadi pada suhu tinggi dapat mengakibatkan pengerasan
tekstur produk yang dikeringkan. Pengerasan tekstur disebabkan karena
menurunnya jumlah air yang terkandung pada produk dan denaturasi protein akibat
suhu pengeringan.
Tekstur produk yang
mengeras dan lebih kaku dapat disebabkan karena menghilangnya sifat kelarutan
protein dan daya ikan air
Pada aspek daya serap minyak berdasarkan hasil uji
hipotesis uji one way Anova tidak terlihat adanya perbedaan signifikan
pada dendeng lumat ikan kembung dengan perbedaan suhu pengeringan. Uji daya
serap minyak dendeng lumat ikan kembung dilakukan sebanyak tiga kali pengujian
dengan cara menggoreng dendeng setiap perlakuan secara bersamaan selama 45
detik dalam satu kali pengujian. Dari hasil tersebut menghasilkan besar daya
serap minyak yang berbeda-beda pada setiap perlakuan dan pengujian. Hasil dari
daya serap minyak dendeng lumat ikan kembung suhu 70 ˚C dengan rata-rata 14,62%, suhu pengeringan 80
˚C besar daya serap minyak 6,10% dan suhu pengeringan 90 ˚C besar daya serap
minyak sebesar 12,11%. Dari hasil rerata tersebut dapat disimpulkan suhu 70 ˚C
merupakan suhu dengan daya serap minyak tertinggi.
Berdasarkan hasil
penelitian dan analisis menggunakan uji one way Anova variabel sifat
fisik terlihat adanya perbedaan nyata antar perlakuan suhu pengeringan dendeng
lumat ikan kembung pada aspek berat, ketebalan, dan tekstur. Untuk aspek daya
serap minyak berdasarkan uji hipotesis tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan
antar perlakuan suhu pengeringan dendeng lumat ikan kembung.
Hasil rerata dari tiga kali
pengujian aspek berat suhu 90 ˚C memperoleh nilai penyusutan yang paling
tinggi, yakni 48,53%, kemudian suhu 80 ˚C menyusut 46,60%, dan suhu 70 ˚C
menyusut 39,60%. Untuk aspek ketebalan suhu 70 ˚C menghasilkan dendeng dengan
rata-rata ketebalan 3,07 mm, suhu 80 ˚C menghasilkan dendeng dengan rata-rata
ketebalan 2,53 mm, dan suhu 90 ˚C menghasilkan dendeng dengan ketebalan yang
paling tipis, yaitu 2,10 mm. Hasil uji aspek tekstur suhu 90 ˚C menghasilkan
tekstur yang paling tinggi 48,67, kemudian terdapat suhu 80 ˚C dengan hasil
tekstur 30,50, dan suhu 70 ˚C yang paling rendah 25,67.
Hasil uji analisis daya terima
konsumen dengan uji Friedman diketahui bahwa suhu 80 ˚C adalah perlakuan yang
paling disenangi oleh para panelis dengan perolehan mean 4,25 yang menunjukkan
rasa suka terhadap dendeng.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. (2007). Pengolahan dan pengawetan ikan. Bumi Aksara.
Amandra,
M. N., Widyastutik, W., & Zulbainarni, N. (2022). Determinan Nilai Tukar
Nelayan Di Indonesia Dengan Pendekatan Geographically Weighted Panel Regression
(GWPR). Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 17(2),
195–210.
Estiasih,
T., Waziiroh, E., & Fibrianto, K. (2022). Kimia dan Fisik Pangan.
Bumi Aksara.
Gardjito,
M. (2014). Pendidikan Konsumsi Pangan. Kencana.
Indraswari,
S., & Kurniasari, R. (2022). Karakteristik Organoleptik Dan Kandungan Gizi
Bakso Ikan Kembung Dengan Substitusi Tepung Daun Kelor. Ghidza: Jurnal Gizi
Dan Kesehatan, 6(1), 94–104.
Kusnadi,
J. (2018). Pengawet Alami untuk Makanan. Universitas Brawijaya Press.
Kusnandar,
F. (2019). Kimia pangan komponen makro. Bumi aksara.
Novianti,
T. (2020). Kajian pemanfaatan daging ikan kembung (Rastrelliger Spp) sebagai
bahan penyedap rasa alami non msg dengan pendekatan bioekonomi perikanan. Barakuda
45: Jurnal Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 2(2), 56–68.
Palawe, J.
F. P. (2020). Biokimia Pangan Hasil Perikanan. Politeknik Negeri Nusa
Utara.
Rachmawati,
E., Mufidah, L., Stj, R. C. M. A., & Sulistyani, T. (2021). Ilmu Dan
Teknologi Boga Dasar. Deepublish.
Sarwono,
B. (2001). Khasiat dan manfaat jeruk nipis. AgroMedia.
Sau, A.
A., Toha, L. R. W., & Laut, M. M. (2023). Uji Perbedaan Kualitas
Organoleptik Dendeng Babi yang Dikeringkan dengan Oven dan Dijemur. JURNAL
KAJIAN VETERINER, 11(1), 1–9.
Soekarto,
E. D. S. T. (2020). Teknologi hasil ternak. PT Penerbit IPB Press.
Suprayitno,
E. (2022). Dasar Pengawetan: Edisi Revisi. Universitas Brawijaya Press.
Waziroh,
E., Ali, D. Y., & Istianah, N. (2017). Proses termal pada pengolahan
pangan. Universitas Brawijaya Press.
Wolke, R.
L. (2005). Kalo Einstein jadi koki: sains di balik urusan dapur.
Gramedia Pustaka Utama.
Yuniarti,
T., Lestari, S. D., Perceka, M. L., Handoko, Y. P., Purnamasari, H. B.,
Kristianto, S., Tarigan, N., Ridhowati, S., Afifah, R. A., & Prayudi, A.
(2021). Pengetahuan Bahan Baku Perikanan. Yayasan Kita Menulis.
This
work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License. |